Selasa, 10 April 2012

EKSISTENSI MAHASISWA

LATAR
Kenyataan sejarah yang menunjukkan bahwa golongan terpelajar muda menjadi pendorong perubahan sejarah atas bangsa Indonesia. Sedikitnya ada lima momentum sejarah yang amat penting bagi bangsa ini:

  1. Sumpah Pemuda pada tahun 1928, organisasi kepemudaan di seluruh nusantara menyatakan satu tekad bertumpah darah satu, tanah air indonesia, berbangsa satu bangsa indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia
  2. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 tak luput dari peran besar ‘golongan muda’ yang mendesak ‘golongan tua’ untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
  3. Tumbangnya orde lama pada tahun 1966 oleh mahasiswa yang mengajukan tiga tuntutan rakyat: Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, Perombakan kabinet DWIKORA, Turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan
  4. Peristiwa Malari 1974 (malapetaka 15 Januari) di Jakarta yang berdemonstrasi antimodal asing, momentum ini bertepatan dengan kedatangan ketua IGGI dan puncaknya kedatangan PM Tanaka dari Jepang
  5. Tumbangnya orde lama pada tahun 1998 yang puncaknya terjadi pada 21 Mei 1998 di mana presiden Soeharto yang telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun mengakhiri masa kepemimpinannya di tangan mahasiswa.

FUNGSI DAN PERAN MAHASISWA
Fungsi yang diemban oleh mahasiswa tidaklah ringan, sebagai golongan terdidik, jelas mahasiswa berbeda dari rakyat. Mereka memiliki masa pendidikan akademis yang paling lama di antara rakyat kebanyakan. Itu artinya, mahasiswa seharusnya memiliki pergaulan dan wawasan yang luas dalam menyikapi

Ada 4 fungsi yang seharusnya dimengerti oleh mahasiswa sebagai calon pemimpin generasi penerus bangsa;

  1. sebagai pionir atau perintis yang memiliki visi dan menunjukkan jalan,
  2. sebagai penyelaras yang mampu menyinergiskan berbagai sumber daya,
  3. sebagai pemberdaya yang mampu mengembangkan potensi sekelilingnya,
  4. sebagai panutan atau teladan yang menjadi contoh sekelilingnya.

Setidaknya ada tiga peran utama mahasiswa mengacu pada tri dharma perguruan tinggi;

  1. penjaga nilai berlandaskan kebenaran-kebenaran ilmiah selaras dengan ilmu dan pendidikan yang terus ditempa dan diterima di dunia akademis
  2. agen perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakatnya melalui riset/penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya
  3. problem solver atas masalah-masalah sosial yang ada di sekelilingnya

LANTAS BAGAIMANA:
1. MEMBANGUN KARAKTER MAHASISWA YG DIIDEALKAN?
Dari berbagai literatur (blog indonesia dan luar negeri) dan pengalaman yang dijumpai, setidaknya ada 5 golongan besar mahasiswa;

  1. Pemikir, mahasiswa yang sangat serius memikirkan karir akademisnya dengan target-target tinggi yang biasanya tak dapat ditoleransi meski sepele. Mahasiswa yang aktif kuliah dan tidak akan membolos tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Tak akan berkegiatan selain yang terkait dengan karir akademis.
  2. Pekerja, mahasiswa yang mungkin karena tuntutan perekonomian yang lemah menjadikannya serius menyambi bekerja mencari penghidupan yang layak, atau memang dari dasar lubuk terdalam ingin menekuni dunia usaha sejak kuliah da tentunya dilandasi prinsip yang kuat untuk sebuah kemandirian.
  3. Aktifis organisatoris, tipe mahasiswa yang giat berorganisasi dengan berbagai latar idealisme dan ideologinya, menghabiskan waktu demi waktunya lebih banyak di kampus dari pada di rumah atau kos-kosan. Bisa jadi, tipe inilah yang paling paham seluk beluk dunia akademis dan segala birokrasinya.
  4. Biasa/Standar, tipe mahasiswa yang kehidupan kampusnya datar-datar saja. Belajar sesuai kadar kemampuan. Berangkat ke kampus dan kembali ke kos/rumah sesuai dengan ritme harian. Menikmati percintaan kampus tanpa nuansa heroik seperti halnya percintaan para aktifis yang kadang hingga berdarah-darah.
  5. Pemalas, tipe mahasiswa yang ‘entah’ setiap jaman selalu ada untuk memberi warna berbeda yang mungkin sebagai ‘bahan pelajaran’ bagi empat tipe lainnya. Pemalas yang dimaksud memang benar-benar dalam makna definitif bukan konotatif. Datang sebagai mahasiswa dengan status cukup ‘terdaftar’ dan mungkin ‘tak terproses’ dan mungkin ‘tak lulus’. Datang pada awal kuliah, di tengah-tengahnya titip absen dan di akhir semester barulah masuk kembali untuk ikut ujian, itu jika tak ketiduran. :D

Lantas, manakah tipe mahasiswa yang Ideal? Mahasiswa ideal adalah kombinasi dari tiga tipe teratas, Pemikir, Pekerja, dan Aktifis. Kombinasi tiga tipe itu jelas adalah perpaduan yang hanya bisa lahir dari seorang mahasiswa jenius. Paling tidak, jika menjadi tipe Pemikir, maka jadilah mahasiswa Pemikir yang memiliki idealisme, jika jadi mahasiswa Pekerja, maka jadilah mahasiswa Pekerja yang Idealis, dan apabila menjadi mahasiswa aktifis, jadilah mahasiswa aktifis yang benar-benar idealis. Ujung dari sebuah idealisme adalah kebenaran dan kebermanfaatan bagi masyarakatnya (mengacu pada butir ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi).

HANYA DENGAN IDEALISME DAN MEMPERJUANGKANNYA,
MAKA MAHASISWA BERHAK ATAS STATUSNYA.

Bagaimana membangun karakter mahasiswa yang ideal?

  • Mencari, menemukan, memiliki, dan menjaga ‘idealisme’ yang fundamental dalam hidupnya sampai kapan pun dan tidak pupus oleh waktu meski berubah ‘bentuk’ perjuangan dan strategi menyesuaikan keadaan dan lingkungannya. Sebuah ‘idealisme’ yang berpegang pada ‘kebenaran’ dan ‘keberpihakan’ pada yang lemah. Proses menemukan dan kemudian menjaga idealisme tak lepas dari upaya diri berproses selama puluhan tahun dengan berbagai tempaan pengalaman dan latar sosial pribadi masing-masing mahasiswa. Idealisme dapat ditemukan ketika seseorang telah mampu mengenali dirinya sendiri. Konsisten penuh ketabahan dan kesabaran dalam memperjuangkan ‘idealisme’-nya. Seringkali konsistensi teruji, ia bisa naik dan turun kapan pun tapi jangan pernah kehilangan ‘ruh idealisme’ yang fundamental
  • Disiplin tinggi, karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi yang dalam untuk membuat rangkaian moral choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. (Helen Keller)
  • Membenturkan idealisme yang dimiliki dengan idealisme lain untuk menguji kebenaran sekaligus mencari titik temu agar tak menghasilkan manusia yang ter-alienasi dari peradabannya.
  • Mencari kawan se-ide dan seperjuangan untuk saling berbagi dan saling menguatkan sebagai bentuk refleksi atas aksi-aksi yang telah dilakukan sekaligus merumuskan kembali langkah perjuangan ke depan.

MAHASISWA BERKARAKTER ADALAH MAHASISWA YANG TERPUJI,
SETIA PADA NILAI-NILAI KEBAIKAN DAN KEBENARAN

KARAKTER TAK BISA DIBANGUN DENGAN SANTAI DAN DIAM-DIAM.
HANYA MELALUI COBAAN DAN PENDERITAANLAH JIWA BISA DIPERKUAT,
VISI DIPERJELAS, AMBISI DIBANGKITKAN DAN KESUKSESAN DIRAIH. (Hellen Keller)

2. MENCARI, MENEMUKAN, MENGELOLA DAN MENYELESAIKAN “ISSUES” (ISU SENTRAL, ISU LOKAL)
Mahasiswa yang sudah ‘ikhlas’ menyatakan dalam dirinya untuk menjadi aktifis kampus pasti memiliki alasannya masing-masing untuk mengorbankan banyak hal dari dirinya demi aktifitas yang disandangnya di kampus. Dan, sebagai aktifis kampus, tentunya memiliki agenda-agenda perjuangan yang harus dilaksanakan, baik itu agenda rutin maupun agenda tak rutin terkait dengan isu-isu yang berkembang. Entah itu isu sentral terkait permasalahan bangsa atau isu lokal terkait persoalan-persoalan masyarakat di daerah sekitar kampus.

Apabila dikaitkan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka pada dasarnya, agenda rutin organisasi internal kampus sebagian besar tersita untuk ‘pendidikan’ dan ‘riset’, entah itu berbentuk pelatihan, workshop, seminar, dan lain-lain. Sementara, dharma ketiga yaitu ‘pengabdian’ seringkali menjadi agenda yang sepi peminat dan cenderung terabaikan. Jika tidak, terkesan reaksioner seperti halnya ketika menghadapi bencana. Sering pula dijumpai kegiatan ‘pengabdian’ terlihat seremonial kering makna dan temporal, jika pun berdampak luas bagi rakyat banyak, harus tersungkur di bawah kolong meja birokrat untuk menjadi arsip usang yang tak perlu ditindaklanjuti.

  • Membangun kepekaan dan kepedulian terhadap sekelilingnya (sense of crisis and awareness). Jangan pernah berharap menjadi mahasiswa ideal jika tak peka dan peduli terhadap sekelilingnya. Sebagai mahasiswa bagian dari masyarakatnya, tentunya seorang aktifis memiliki ‘keresahan’ akan banyaknya ‘tanda tanya’ yang tak terjawab. Baik itu berasal dari lingkungan terdekatnya (kampus) maupun lingkungan jauhnya (rakyat Indonesia pada umumnya). Tanda tanya yang memenuhi kepala dan tak terjawab dengan tuntas -minimal terjawab sebagian- akan menghasilkan keresahan-keresahan yang membutuhkan penyelesaian. Berangkat dari tanda tanya itulah sebuah isu dapat dijadikan agenda perjuangan.
  • Mengembangkan jiwa kepemimpinan dan kemampuan manajerial. Siapapun pencetus isu pertama yang kemudian disepakati bersama menjadi agenda perjuangan, maka isu tersebut telah menjadi tanggung jawab bersama. Dibutuhkan keberanian untuk menjadi pionir yang memiliki visi untuk merangkul seluruh pihak terkait yang akan dilibatkan dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada. Langkah strattegi dan skala prioritas adalah bagian dari kepemimpinan dan kemampuan manajerial.
  • Mentransformasikan ide dan gagasan yang telah dan akan dilakukan sebagai bentuk refleksi atas aksi dan juga sebagai bentuk kaderisasi bagi keberlanjutan isu yang telah dijadikan agenda perjuangan

__________

Berbagi (sharing) terkait dengan dunia kemahasiswaan bagian penting dari ‘recycle‘ ide-ide lama yang numpuk di gudang pikiran dan berharap dapat ditransformasikan untuk kebermanfaatan hidup. Mudah-mudahan mahasiswa selalu bisa diharapkan menjadi tumpuan harapan masyarakatnya manakala dilanda resah dan gelisah. Mampu menjadi agen-agen perubahan yang solutif bagi persoalan masyarakatnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar